Pages

Sunday, June 05, 2011

Mengungkap Mitos Kerokan


Bagi masyarakat awam, kerokan sering dipahami sebagai cara “mengeluarkan angin”. Padahal, angin atau udara tak pernah keluar lewat pori-pori, melainkan hanya bisa masuk atau keluar lewat organ pernapasan dan pencernaan. Meski tidak masuk akal, namun terapi ini banyak dilakukan orang.

Masuk angin sering dipandang bukan gejala penyakit, apalagi penyakit berbahaya. Mungkin karena itu orang merasa cukup dengan kerokan saja. Padahal bila sudah parah virus mudah masuk tubuh.

Berbeda denngan orang Eropa yang mengatasi gejala flu (common cold) seperti pegal linu, perut kembung, batuk-pilek, pusing, sakit kepala, demam, meriang, dll, dengan makan sup panas, minum obat flu yang bisa didapat di toko-toko obat, lalu tidur berbungkuskan selimut.

Tetapi orang timur, khususnya orang Jawa cukup dengan kerokan saja. Modalnya cukup koin atau uang logam. Perlengkapan lain yang menyertai biasanya berupa minyak urut, balsem, krim atau jenis minyak lain yang berfungsi menghangatkan. Dan yang pasti efek dari kerokan adalah adanya “lukisan” garis merah-merah baik di punggung maupun di dada itu pasti.

Meski ada juga yang mengatasi kondisi seperti itu dengan menghirup teh hangat atau minum ‘wedang jahe’ hangat. Sementara badan dibalur dengan minyak telon, kayu putih atau minyak apa saja yang bisa menghangatkan tubuh.
Prinsip kerokan menurut Dr. Tjening, kerokan mirip prinsip pemanasan dengan menggunakan moxa yang sering dipakai saat jarum akupunktur ditusukkan pada tubuh untuk mengatasi masuk angin. Penelitian efek menyembuhkan dari kerokan juga pernah dilakukan di Universitas Ghuan Thou, sebuah universitas terkenal di Cina.

Merangsang Tubuh

Dr. Tjening Kerana menyebutkan, prinsip kerokan adalah upaya meningkatkan temperatur dan energi pada daerah yang dikerok. Caranya dengan merangsang kulit tubuh bagian luar. Dengan merangsang permukaan kulit lewat dikerok, saraf penerima rangsang di otak menyampaikan rangsangan untuk menimbulkan efek memperbaiki organ yang terkait dengan titik-titik meridian tubuh seperti organ paru-paru.
Menurut dia, sebenarnya efek kerokan yang hendak dicapai adalah mengembangnya pembuluh darah kulit yang semula menguncup akibat terpapar dingin atau kurang gerak, sehingga darah kembali mengalir deras. Penambahan arus darah ke permukaan kulit ini meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan virus.
Sementara itu alat kerokan biasanya menggunakan uang logam, koin, atau alat bantu khusus kerok yang terbuat dari plastik, tulang, keramik, potongan jahe, potongan bawang, dan lain-lain. Alat kerokan harus tumpul supaya tidak melukai kulit.

Menghangatkan Tubuh

Selain koin atau uang logam, perlengkapan lain yang menyertai biasanya berupa minyak urut, balsem, krim atau jenis minyak lain untuk efek menghangatkan dan melicinkan proses kerokan sehingga menghindari terjadinya kulit lecet.
Minyak bayi, minyak jahe, bisa kita peroleh dengan mudah di toko-toko obat atau warung biasa. Bisa juga gunakan minyak kelapa yang dicampur dengan jahe, kencur, sereh, laos, minyak kayu putih, bawang, cabai, dan lain-lain.
Bahan-bahan tersebut setelah dilumat, dimasukkan ke dalam minyak yang hendak dicampur. Karena minyaknya saja sudah terasa hangat apalagi ditambah dengan kerokan, kulit pasti akan terasa sedikit sakit terutama untuk mereka yang memiliki kulit sensitif.

Saat dikerok, akan terjadi perubahan warna kulit. Kalau tidak merah, kulit bisa merah kebiruan, bahkan menghitam. Perubahan warna kulit ini menunjukkan tingkatan rasa sakit. Warna kulit yang semakin menua menunjukkan semakin berat gangguan penyakitnya.
Source: http://sehat.bionaturally.net/
--------------------------------------------------------- 
Follow upil_keren on Twitter
Like to get the latest updates!
---------------------------------------------------------------
Share this great information with your friends! 

No comments:

Post a Comment